Selasa, 29 April 2008

Dona dalam kenangan semua Orang

Minggu, 27 April 2008

Kita masih belum tahu mau apa di rumah siang-siang. Mungkin kita akan ke pantai, sejenak untuk refreshing. Kita tak langsung bergerak, masih menyempatkan diri untuk bermalas-malasan. Pukul tiga lewat barulah kita bersiap-siap itupun buru-buru, Eta menyempatkan diri untuk mandi, katanya cuma gebyar-gebyur sebentar saja karena gerah sekali. Ke rumah seorang teman pinjam duit. Eta mengeluh karena masih pilek, dan harus minum obat. Kita singgah di apotik K-24 beli obat. Di ujung jalan Gejayan sehabis dari pasar yang dipinggir jalan itu, beli makanan ringan dan air mineral, Eta tak bisa langsung telan obatnya, harus ada makanan yang menyertainya. Di toko makanan, sepertinya usaha orang Cina, aku masih sempat tanya-tanya jalan ke pantai Baron pada orang-orang di situ. Aku belum pernah ke Baron, Eta pernah tapi lupa jalanya. Sedikit petunjuk: lewat Janti, Ring Road, nanti ada Kids Fun, lurus saja. Perempatan ke dua setelah perempatan Blok O ada pos polisi. Aku tanya polisi, dikasih tahu bagaimana menuju pantai Baron.

Perasaanku tak enak terhadap polisinya, pernyataannya tentang Baron itu jauh sekali dan bertanya apakah akan menginap membuat tak nyaman. Bertanya ke polisi tak harus menyertakan uang pertanyaan kan? Di perempatan itu belok kiri, dan lurus saja. Nanti sampai di Wonosari belok kanan. Petunjuk ke Baron sangat jelas tak akan sulit menemukannya. Jam 4 kita meninggalkan Jogja. Tolol sekali hampir 2 tahun di Jogja aku tak tahu jalan ke Baron. Perjalanannya jauh sekali, medannya berat dan berliku, naik turun, jalannya kecil, berbelok-belok. Jauh sekali, mungkin karena belum pernah kali ya? Akhirnya sampai di Wonosari setelah melewati perbukitan. Di pinggir jalan ada pasar, aku membeli kembang dua ribu rupiah. Banyak! sekantong plastik kecil. Perjalanan dilanjutkan, menurut petunjuk mbah-mbah penjual kembang, sebenarnya bukan mbahnya yang bilang tapi wanita misterius di sampingnya. Katanya nanti ketemu toko Amigo, belok kanan, lurus saja. Sepanjang jalan tak hentinya aku melihat tugu kecil kuning di pinggir jalan. Kalau tugu itu direbahkan seperti tenda pramuka. Berisi petunjuk jarak yang harus ditempuh hingga ke tempat tujuan. Masih ada sekitar 20 km lagi. Alamak! masih jauh.
Aku melayang, berpikir, tak habis pikir. Dona jauh sekali mainnya, sampai sejauh ini. Aku hanya memikirkan itu dari tadi. Akhirnya sampai di pantai Baron. Kesan pertama ku terhadap pantai yang jauh sekali ini, Eksotis dan Mengerikan. Ada aliran sungai di pantai itu. Aku sedikit coba mencicipi airnya, ternyata tidak asin, kok tawar ya? Mungkin air sungai, aku pengen coba air lautnya. Tapi untuk mencapai pinggir lautnya harus melintasi sungai. Kelihatannya tidak dalam tapi tetap aja takut. Keinginan itu tak pernah terwujud mungkin suatu saat nanti kalau ramai-ramai. Sore yang indah di tepi pantai, tubuh kita diterpa angin laut yang sejuk. Sayangnya mendung walaupun di ujung langit masih agak terang kemerahan. Mungkin kalau tak terhalang bukit karang matahari sorenya masih terlihat. Otomatis tak ada sunset. Aku ingin sekali melihat sunset, bersama Eta. Kita naik ke salah satu bukit karang, dari kejauhan terlihat mercusuar yang sudah berputar-putar memancarkan cahaya ke seluruh penjuru. Tak terlalu terang sih sebenarnya. Sangat tak terang, tapi bagus. Naik ke bukitnya kita menapaki tangga bambu. Seperti naik gunung, walaupun hanya beberapa ratus meter. Kita memilih duduk di atas batu. Merokok di pantai itu enak. Sampai malam dan kegelaoan menjelang kita masih di sana. Mataku tak terpuaskan karena tak bisa memandang laut lepas. Saat kita turun, ternyata melenceng agak jauh dari tempat kita naik tadi. Agak aneh, dan memang gelap sekali. Untung tak tersesat jauh, tak terbayangkan kalau sampai memutari bukit, tak turun-turun. Yang ada dalam kepala saat kondisi mencekam itu mencari jalan ke bawah. Semakin ke bawah semakin baik. Semakin gelap. Lega sekali akhirnya menyentuh permukaan tanah di laut.

Waktu mengantarkan kepada prosesi mengenang 40 hari kepergian Dona. Aku berdiri di pinggir air laut, memandang jauh ke depan. Memasrahkan diri, mengingat wajah Dona, menggali setiap kejadian yang pernah kita lalui. Di tempat ini, Dona menghembuskan nafas terakhirnya, di pantai Baron. Digulung ombak yang tak dapat di tahan. Ombak-ombak menari di depan mata, mencoba melahap apa saja yang menghalanginya. Di tempat ini, setelah melewati jarak yang jauh dari Jogja, melewati bukit dan desa-desa. Dona bersiap-siap melepaskan semua kepenatannya, Dona pergi setelah melalui jalan panjang yang melelahkan, pencarian arti yang sebenarnya. Dia kembali padaNya, mohon ampun atas dosanya. Siang yang memasuki malam, malam yang memasuki siang. Tubuhnya telah dimasuki air dan bercampur dengan pasir pantai ini.

Al-Fatihah...
Allahummaghfirlahaa, Warhamhaa, Wa'afihi Wa'fuanha, Wa'akhrimm nuzullahaa, Wawasyi'madqallahaa, Waja'alil Jannata mashwahaa...
Allahummalatahrimna Ajrahaa, Whalataftimna ba'dahaa, Wagfirlanna Walahaa...
Ya Allah hari ini aku di sini mengenang Dona, Empat puluh hari waktunya telah berlalu, setelah kembali padaMu. Berikanlah kelapangan tempat baginya di sisiMu. Ampunilah semua dosanya, karuniakan baginya sorgaMu. Tunjukanlah bagi kami yang masih menunggu hariMu jalan yang benar, jalan yang Engkau ridhoi, termasuk dalam golongan orang-orang yang beriman.
Bersama Eta, Ori, Adik, Gepeng, Heru, Rezi, Ginda, Dena, Esa kami di sini mengenang semua tentang Dona...Semoga damai di sana
Amiin..
Al-Fatihah...

Kuserakkan kembang di tempat ku berdiri.

Tidak ada komentar: