Selasa, 29 April 2008

Andrea Hirata

MP Book Point, Jalan Kaliurang, Yogyakarta
19 April 2008

Selepas shalat Isya, Andrea Hirata hadir di hadapan orang-orang yang mengeluarkan duitnya lebih dari dua puluh ribu rupiah untuk mendapatkan sebuah tiket demi pertemuan ini. Prosedurnya satu buku terbitan Bentang untuk satu tiket. Tanpa paksaan pun aku merelakan empat puluh ribu rupiah demi sebuah tiket, Eta lebih dari enam puluh ribu, padahal kondisi keuangan kita sekarang sedang sulit, kemungkinan sampai akhir bulan tak akan ada perubahan. Malam ini orang tua Eta datang, mudah-mudahan ada tambahan duit buatnya. Aku akan coba minta ke orang tua ku, dengan berbohong tentunya. Tapi sepertinya tidak, aku akan bilang untuk memperbaiki motor. Dan bukan kebetulan lampunya mati setelah acaranya selesai, sesaat meninggalkan MP Book Point. Hujan mungkin jadi penyebabnya. Sepertinya tak penting untuk dibahas.

Tak ada getaran yang istimewa. Tampang Andrea terawat, rapi, putih, tak ada bekas jerawat di wajahnya. Orang di depanku inilah yang pernah berpacaran dengan orang Jerman, Katya namanya. Oleh Katya dipanggil baby. Menurut Andrea sendiri Katya membuat dirinya merasa ganteng. Ceritanya ada di Edensor. Ketika ada yang menanyakan mana yang lebih cantik Katya atau A Ling, Andrea memilih A Ling.

Sleeping Giant, menurutnya pembaca buku di Indonesia karakternya seperti itu. Kadang kala aktualisasi karya bisa menjadi snow ball effect. Kira-kira seperti itu. Dia berbicara melompat-lompat, tidak jelas arah tujuannya. Dia mengaku lelah dengan semua aktivitas dan jadwal yang diatur manajemennya. Kebosanan yang teramat sangat harus menghadiri semua undangan bedah buku Laskar Pelangi. Telah lebih setahun, ketika Laskar Pelangi mulai dihadirkan di sekolah, kampus, toko buku atau instansi pemerintah. Pertanyaan lucu ketika Andrea dicibir karena tak merasa di kapitaliskan oleh penerbit. Andrea menjawab dengan pembahasan tentang idealisme, idealis menulis tentunya. Kalau tidak ingin dianggap kapitalis, karena merasa menjadi penulis yang idealis, jangan pernah memberikan tulisan kepada penerbit. Tulis sendiri, terbitkan sendiri, baca sendiri. Terbitkan 10 eksemplar dan berikan pada teman. Eksklusive sekali karena diterbitkan untuk kalangan terbatas. Aku menangkap kesan emosional dari Andrea, dan sedikit basa basi tentunya dengan memberikan pujian kepada penerbit bentang.

Mungkinkah teori pribadi Andrea akan benar. Dia mengungkapkan masa depan sasra berada di tangan ilmuwan, bukan sastrawan. Kalaupun Laskar Pelangi bisa disebut karya yang tendensius, Andrea mengharapkan setelah proses flmnya selesai. Satu-satunya harapan adalah saat penonton pulang ke rumah, lalu bercermin dan menyadari ternyata dia (perempuan) cantik. Pertanyaan-pertanyaan seputar film sama sekali tak banyak. Andrea hanya bercerita tentang peran buaya yang sampai sekarang belum ada yang mengisi. Bukan berarti buayanya diperankan manusia, tapi caranya bercerita tentang casting untuk mendapatkan buaya yang cocok untuk filmnya itu demikian lucu. Sama dengan caranya bercerita dalam novelnya. Udik, lugu, lucu, penuh kepolosan.

Andrea mencoba membawa kepada per-prasangkaan yang baik, ini hubungannya dengan pertanyaan apa Andrea tak merasa dikapitaliskan penerbit. Dia memaparkan 40% penjualan sebuah buku diambil oleh outlet atau toko buku, hanya 10% untuk penulis dan 30%untuk percetakan. Sisanya yang 20% untuk penerbit. Andrea mungkin tak kapitalis dalam hubungannya dengan penerbit. Tapi kapitalis karena popularitas. Ini pengertiannya lain, konsekuensi sebuah ketenaran tentu kesibukan, tak bisa dihindari. Bahkan Andrea sempat hadir dalam acara Indonesian Movie Award belum lama ini. Bergandengan dengan Mira Lesmana mengumumkan nominasi dan pemenang sebuah kategori penghargaan. Andrea telah memasuki ranah selebritas. Jangan mengartikan arti kata kapitalis tadi dengan sempit. Hanya kekhawatiran Andrea berubah karena terkontaminasi dunia keartisan, hilang keluguan dan kesederhanaan. Kepedulian Andrea pada dunia pendidikan dan kemajuan bangsa mengatsi semua kemungkinan buruk. Betapa tidak, mungkin penting sekali saat Andrea bilang dunia buku jangan sampai seperti dunia televisi.

Pertanyaan yang tak sempat diungkapkan, walaupun sudah ber-kongkalingkong dengan MC acara nya:
- Bagaimana kondisi ibu sekarang? Saya dan tentu semua yang di sini ikut mendoakan ibu anda berangsur pulih dan baik-baik saja.
- Saya terkejut melihat kehadiran anda di Indonesian Movie Award kemarin. Selamat anda memasuki dunia selebritis. Hati-hati!

Tak ada sesi book signing, selesai dan menutup kata-katanya Andrea berlalu kabur begitu saja.

Tidak ada komentar: