Minggu, 27 Juli 2008

Pengantar

Sekarang aku menyinggahi toko hampir setiap hari, dalam sebulan kadang 5 atau 4 hari aku tinggal di rumah. Bukan apa-apa, aku sekarang bekerja di toko buku, Toga Mas di Galeria Mall. Di Jogja toko buku diskon Toga Mas ada 2, di jalan Gejayan (sekarang jalan Afandi) dan di tempat aku bekerja sekarang. Di dalam mall, ada AC. Nyaman, dingin tapi sering membuat kepalaku sakit dan seperti melayang-layang karena keseringan naik turun menggunakan lift.

Aku belum menargetkan berapa lama akan tetap tinggal di tempat ini. Aku juga belum dapat memperkirakan bagaiman mengatur jadwal jika perkuliahan telah dimulai nanti. Yang penting sekarang akan ku ambil sebanyak-banyak pelajaran dari sini. Sampai saat ini, ada beberapa hal yang patut aku simpulkan. Pekerjaan ini membuat aku belajar tentang bertanggung jawab, kedisiplinan, dan ketelitian. Mungkin ada beberapa hal yang lain. Untuk sementara ini saja cukup, yang lain akan hadir. Untuk permulaan setelah lama tidak menyapa di blog ini barang tentu sudah bagus.

Mengatur waktu itu ternyata gampang-gampang susah. Shift kerja dibagi dua, malam dan pagi. Pagi jam 9-2 siang, untuk malam jam 4 sore sampai jam 9 malam. Kalau hari ini bekerja malam dan besoknya pagi, ini kadang agak susah. Sampai di rumah jam 10 itu sudah cepat, besok sudah menanti jam 9. Keseringan tak bisa langsung tidur, sering ku isi dengan membaca atau meredakan kepenatan dengan bermain game. Ujung-ujungnya lewat tengah malam baru bisa tidur. Sementara jam 7.30 aku harus bangun, mandi dan bersiap-siap. Sebelum jam 9 aku sudah harus sampai di galeria. kadang serasa tergesa-gesa. Tapi semakin lama semakin terbiasa dengan ritme kerja. Keuntungannya kerja pagi adalah setelah keluar aku punya banyak waktu mengisi kehidupan, spesial dengan si Eta kecil. Seandainya kebagian jadwal malam biasanya akan aku manfaatkan dengan tidur sampai siang. Setidaknya sampai perkuliahan dimulai. Entah bagaimana nanti jika kuliah dimulai, aku benar-benar pusing mengatur jadwal. Selama ini Eta masih setia menemaniku. Pagi atau malam Eta saban hari menemani, dia kebanyakan duduk dengan laptop di depan, syukurlah di samping Toga Mas ada Djendelo Cafe. Eta bisa menunggu sambil hot spot-an di situ.

Tanggung jawab itu sangat berat. Ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu tak bisa diselesaikan dengan setengah hati, berat atau ringan suka atau tak sukaharus dikerjakan. Ini tanggung jawab, ini konsekuensi pekerjaan. Sebaiknya kita harus menyediakan hati yang lapang, dengan begitu kita bisa melaksanakan tanggung jawab dengan baik. Melayani costumer juga bagian dari tanggung jawab. Aku mungkin termasuk tipe orang yang tak bisa berlemah lembut melayani orang lain. Tak sabaran dan tak mau diganggu. Ini jadi satu masalah, setiap hari aku mencoba untuk menghilangkan sifat itu. Mudah-mudahan bisa menjadi manis.

Aku merasa akan semakin teliti, aku rasa aku cenderung orang yang suka berbenah, suka kerapian. Semakin terasah dengan pekerjaan ini. Cukup ini saja lah dulu. Tak jelas juga yang aku tulis ini, tapi sedang belajar bagaimana bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Kapan waktu bekerja, kapan menulis, kapan kuliah, kapan mengerjakan tugas dan kapan membaca.
Read More......

Kamis, 24 Juli 2008

Rindu Menulis

Sudah lama Sekali tidak menulis, mencurahkan pikiran ke dalam bentuk informasi entah berita, entah kejadian harian. Rindu juga tangan ini berkalaborasi dengan otak dan hati untuk coba terus belajar menulis yang baik. Sekarang waktu tak ada cukup untuk itu, kalau tidak pagi, malam jua bekerja. Jika semua telah teratur jadwal dan apa yang mesti diatur serta pandai memanfaatkan waktu akan datang juga kesempatan itu.
Sekolah sebentar lagi juga akan mulai. Sampai terbiasa semua akan lancar-lancar saja



Read More......

Selasa, 01 Juli 2008

Siti Nurbaya is Gangster

Berikut ini adalah sebuah artikel di majalah Tempo edisi khusus Kebangkitan Nasional 1908-2008. Salah satu cara media jurnalistik memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional. Entah kenapa aku begitu tertarik dengan yang satu ini. Padahal banyak yang lain, seratus karya. Semuanya tentang buku, Tempo memberi tema besar "Berbagai Tinta Menulis Indonesia". Ya untuk yang tak sempat membeli majalah Tempo, tak sempat membaca, tak sempat tahu. Ini menjadi sedikit tambahan ilmu pengetahuan. Mudah-mudahan bemanfaat.

Perlawanan Abadi Siti Nurbaya

Tak sekedar menyorot kawin paksa, roman itu juga mendobrak kekakuan adat. Sebuah referensi klasik sastra Indonesia.

Siti Nurbaya belum mati. Entah sejak kapan nama itu menjadi lambang perempuan modern yang tertindas kekolotan adat. Boleh dibilang, tak ada tokh fiktif sastra Indonesia modern yang bisa menandingi nilai personafikasi sosok perempuan ini.
Tokoh sentral dalam Roman Siti Nurbaya (garis miring) karya Marah Rusli itu telah hadir di ruang-ruang kelas sekolah sejak diterbitkan Balai Pustaka pada 1922. Siti Nurbaya (garis miring) bahkan mengilhami beberapa sutradara untuk mengangkat kisahnya ke layar kaca. Di Padang, Siti Nurbaya hadir seperti sosok riil. Ada jembatan atas namanya, ada pula makam lengkap dengan cungkup dan kelambunya.
Siti Nurbaya memang telah mempengaruhi kehidupan nyata. Yang menarik, beberapa lama setelah roman itu lahir, tejadi perubahan dalam keudayaan masyarakat Minangkabau, terutama berkaitan dengan kawin paksa. Roman itu kemudan menjadi counter-culture(garis miring), yang mengejek setiap orang tua ketika hendak memaksa anak perempuannya kawin dengan perjodohan paksa: ini bukan lagi zaman Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya (garis miring) adalah Roman marah Rusli yang paling masyhur di angkatan Balai Pustaka. Marah Rusli dinilai sebagai salah satu pelopor yang mengakhiri zaman kesusteraan lama. Persoalan yang dikemukakan di dalam karya-karyanya bukan lagi istana-sentris dan hal-hal bersifat fantasi belaka, melainkan gambaran realitas masyarakat pada masa itu.
Roman Siti Nurbaya (garis miring)berkisah tentang percintaan melodramatis Siti Nurbaya dengan Syamsul Bahri. Namun orang tua Siti tak menyetujui. Siti pun menikah dengan Datuk Maringgih, orang tua kaya berhati licik. Siti akhirnya meninggal diracun anak buah Datuk Maringgih. Syamsul pun mati.
Siti Nurbaya menarik karena roman ini mampu membangun pemahaman baru akan kegelisahan perempuan terhadap adat dan kebudayaan yang mencengkram mereka. Cerita ini sekaligus mengambarkan pengorbanan perempuan-Siti Nurbaya-untuk kedua orang tuanya dengan menikahi Datuk kaya demi melunasi utang orang tua.
Ini yang membuat roman tersebut kuat. Rusli-kelahiran Padang, 7 Agustus 1889-mengalirkan gagasannya hingga terasa mendahului zamannya. Lewat dialog tokoh-tokohnya, Rusli menyampaikan gagasan tentang kekolotan di kalangan bangsawan yang merugikan, kearifan hidup pada zaman perubahan, corak perkawinan ideal, keburukan poligami, serta masalah hubungan laki-laki dan perempuan.
Lewat romannya itu, seperti pernah ditulis sejarawan Taufk Abdullah di majalah Tempo (garis miring), Rusli seakan menginginkan reformasi ideal. Ia mencita-citakan perkawinan tanpa paksaan. Ia juga menentang keras poligami. Secara karikaturis ia mengecam...selanjutnya di majalah Tempo, sedikit lagi kok.


Read More......

For the owner of my Heart also my sweet little Princes




Bersama Stanny, berwawancara di toga mas Galeria. Great chance! Bekerja untuk berpenghasilan bergelut dengan buku. Hahaha
Read More......