Jumat, 06 Juni 2008

Pulang

Masa ujian telah berakhir, itupun hanya seminggu. Tak perlu penderitaan yang lebih lama. Efektif memang kalau jadwal ujian hanya seminggu, dua buah mata kuliah yang diujiankan dalam sehari. Bahkan ada juga yang dalam sehari dapat menjalani tiga kali ujian. Keefektifannya terlihat ketika ujian selesai, mereka yang ingin segera mudik ke kampung halaman dapat segera pulang. Waktunya pun juga semakin panjang saat harus kembali lagi dari masa liburan. Seperti salah seorang teman dari Jakarta yang bakal pulang hari Sabtu. Kita selesai ujian hari Jumat tanggal 6 Juni, sebenarnya dia berencana dan bisa langsung pulang sorenya. Tapi diundur satu hari saja karena rapat terakhir persiapan Ospek. Lalu teman sesama dari Padang memutuskan pulang hari Selasa dengan menebus sekitar 900 ribuan. Sore jumat ini setelah mengikuti rapat persiapan Ospek yang terakhir, aku menemani teman dari Padang satu lagi untuk booking tiket kepulangannya. Harganya berkisar 900 ribu sampai 1 jutaan. Cukup besar untuk itu. Aku jadi puyeng memikirkan, sementara aku masih terombang-ambing belum bisa memutuskan apakah aku akan ikut-ikutan pulang atau tidak.

Setelah rapat, dan aku akan berada di posisi pendamping pada Ospek nanti. Ada beberapa persiapan yang harus disiapkan, sebenarnya tak banyak. Aku harus menguasai tentang materi tentang State of War, di dalamnya terdapat unsur-unsur kebersamaan, berani berpikir, tanggung jawab dan kebebasan bersekspresi. Diharuskan juga untuk menyertakan tulisan sebanyak 2 atau 3 halaman. Tanggal 28 Juli, kita akan rapat persiapan lagi, jadi sebelum tanggal bagi mereka yang pulang diharuskan sudah berada di Jogja lagi.

Jumat malam ini tiba-tiba hp ku berdering orang tua ku menelfon. Menanyakan tentang ujian dan tetek bengeknya. Percakapan kali ini aku sarat dengan kesan emosional yang terjalin antara anak dan orang tuanya. Pokok pembahasan yang pasti disinggung adalah apakah aku akan pulang atau tidak. Aku tak sanggup menjawab pertanyaan itu, walaupun mereka tak menanyakan secara langsung. Tapi aku menangkap mereka menelfon ku malam ini, secara tersirat menanyakan kapan waktunya untukku akan pulang.
Aku mengemukakan beberapa pernyataan. Aku memang punya keinginan pulang, siapa yang tak ingin pulang setelah tak bertemu dengan orang tua, tak merasakan suasana rumah kampung halaman, tak menikmati kebersamaan dan canda tawa dengan teman-teman yang sudah lama ditinggalkan, tak melihat perkembangan-perkembangan yang terjadi di kampung tempat aku beranjak meningalkannya merantau demi ilmu pengetahuan dan pengalaman. Tapi aku tak pulang ke Banjarnegara, Cilacap, Semarang, Tegal, Ngawi, Blora atau daerah-daerah di kawasan Jawa. Aku pulang ke Sumatera, melintas pulau, negeri pesisir barat sumatera yang tandus dan subur. Tak terhitung banyak pengeluaran yang harus dikeluarkan orang tuaku untuk kepulangan yang tak mungkin akan lama ini. Bagaimana aku pulang kalau hanya 1-2 minggu, atau paling lama 3 minggu. Hanya akan sia-sia karena aku tak banyak juga di rumah kalau pulang, aku sibuk ke luar menjumpai teman-teman, melihat-lihat perubahan pemandangan alam. Ya mungkin saja jangan-jangan danau Singkarak airnya surut sekitar 5 kilometer, atau menyaksikan gunung Talang meletus.
Kenapa bakal tak lama padahal ada waktu sekitar 1 atau 2 bulan dialokasikan untuk masa liburan kuliah. Yang pertama selain akan harus kembali lagi ke Jogja sebelum tanggal 28 Juli, selanjutnya ada beberapa hal yang harus aku kerjakan. Yang paling dekat adalah mencoba membikin tulisan untuk Jurnal Filsafat yang baru. Sekalian pengumuman siapa tahu teman-teman di Padang, Aceh, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua seluruh pelosok Nusantara yang membaca blog ini berminat untuk:

UNDANGAN MENULIS DI JURNAL MAHASISWA FAKULTAS FILSAFAT UGM

Dalam diskursus filsafat kematian mengandung jamak pemaknaan. Karenannya ia tak bisa ditempatkan pada kapling kategoris interpretasi. Pada kesempatan ini, Jurnal Mahasiswa KACAMATA Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada mengundang Anda untuk menguntai gagasan dari sengkarut kematian melalui karya tulis.

TEMA: KEMATIAN

Tema Pilihan*:
1. Harakiri: antara Mempertahankan dan Mengakhiri Eksistensi
2. Ambivalensi Kematian: Akhir atau Perpindahan Konteks Kehidupan
3. Menuju Kematian Ideal
4. Meraih Solusi dengan Bunuh Diri: Sebuah Telaah Filosofis
5. Akhir Kehadiran Subjek
6. Upaya Mengakhiri Kedigdyaan Teks
7. Kematian Tuhan
8. Hak Menghadirkan Kematian: Silang Kuasa antara Tuhan dan Manusia

*Dibebaskan memakai perspektif filosof tertentu yang terkait

Syarat dan Prosedur Penulisan:
1. Penulis adalah Mahasiswa D3 atau S1 segala disiplin ilmu
2. Gagasan tulisan hasil telaah pribadi dan belum pernah dipublikasikan
3. Memakai gaya bahasa renyah, tanpa lepas dari EYD
4. Menggunakan penulisan ilmiah, acuan dan keterangan tambahan memakai endnote (lengkap)
5. Panjang tulisan 14-17 halaman kertas A4 spasi 1.5, semua marin 3 cm. dan front Times New Roman (12)
6. Menyertakan identitas lengkap meliputi: nama, jurusan asal PT, alamat, nomor telp/hp dan email, foto close up, dan data diri yang ditulis secara naratif
7. Dikrim melalui email ke: kacamata@filsafat.ugm.ac.id
8. Batas waktu pengiriman naskah tanggal 13 Juli 2008
9. Tim Editor Jurnal Kacamata berhak menyunting tanpa mengubah gagasan
10. Segala plagiarisme menyebabkan diskualifikasi

Alamat Redaksi:
Fakultas Filsafat Jalan Olah Raga Bulaksumur Yogyakarta 55281
Contacs: 08562924786-08564007416 Iklan/distribusi: 081326647850 (Haqi)
Home: www.jurnalmahasiswa.filsaat.ugm.ac.id
Email: kacamata@filsafat.ugm.ac.id

INFO SELENGKAPNYA Klik: www.mcnadjib.wordpress.com

Butuh waktu yang panjang untuk menyelesaikannya, referensi yang benar-benar relevan, atau mungkin sedikit penelitian kualitatif. Bagiku ini ujian besar dalam proses belajar menulis. Mudah-mudahan saja berjalan lancar dan hasilnya jadi dan memuaskan. Cukup sudah beretorika, saatnya berkata melalui karya.

Lalu alasan berpikir tentang rencana kepulangan ini adalah seperti pengalaman yang sudah-sudah saat berkesempatan pulang pada masa liburan, aku juga pulang saat lebaran, Jarak waktunya kadang-kadang dekat sekali. Saatnya untuk berani memilih pulang dengan waktu yang tepat, jangan terjebak terlalu dalam pada kemelankonisan. Ya begitulah akhirnya tak pulang pada liburan semester ini.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, terheran-heran kenapa buat pulang saja susah. Pulang ya tinggal pulang tak usah banyak pertimbangan. Bagiku tidak tentang itu, aku hanya sedikit menampilkan sisi yang berbeda dengan dimensi yang jauh dari sudut pandang biasa ku.
Pulang tak hanya membawa badan dan barang, pulang juga membawa jiwa. Jiwa yang siap untuk pulang, siap dan tidak kaget melihat perubahan. Tidak canggung, bahkan tidak terkejut seperti yang pernah dibayangkan sebelumnya.
Pulang membawa beban, meninggalkan banyak cerita.
Read More......

Surat

Assalamualaikum Ayahnda dan Ibunda...

Bagaimana ananda akan memulai mengatakan sesuatau yang sebenarnya tak dapat ananda ungkapkan. Tapi ananda tak akan menjadi berani jika tak mengatakannya kepada ayahnda dan ibunda. Ananda belajar menjadi orang yang berani hingga jauh diri ini dari ayahnda dan ibunda. Tak lagi bisa ayahnda dan ibunda amati setiap saat, tak dalam pengawasan mata, tak juga dalam nasihat ayahnda dan ibunda langsung.

Sejauh waktu ananda berjauhan dari ayahnda dan ibunda, tak sedikit yang ananda temui dalam hidup ini. Berbagai macam ilmu pngetahuan menyerang ananda bertubi-tubi. Hingga tak terelakkan olehnya, bukannya ananda mengelak bukannya anda kenyang dengan semua yang ananda dapat rasai itu, malah ananda semakin lapar dan haus dengan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ananda sekarang tentu sama seperti ayahnda dan ibunda dulu, banyak bertemu macam manusia. Bertanya dan tak henti-hentinya ananda berbincang dengan sekian ragam manusia itu ayah bunda. Banyak yang ananda ketahui jika sebelumnya tak ananda ketahui, banyak hal yang ananda terima dan ananda anggap semua itu ilmu pengetahuan ayah bunda. Sekolah formal ananda masih seperti yang ananda niatkan dulu sebelum ananda menjejakkan kaki di tanah jawa ini. Tak ada yang kurang tak ada yang tak berkembang dalam diri ananda ini, jiwa dan raga. Tak perlu ayahnda dan ibunda cemaskan. Dalam hal ini ananda masih berada di jalan yang sama ketika ayahnda dan ibunda melepaskan ananda dulu.


Tak terbersit sedikitpun dalam hati ini untuk memperlama dan mempersulit masa selesai sekolah ananda. Malah begitu keras keinginan untuk segera menyandang gelar sarjana, dan lepas dari kesusahan ayahnda dan ibunda dalam membiayai sekolah ananda. Sesegera mungkin ada pikiran untuk secepat mungkin berjalanlah waktu sekencang mungkin. Hingga ananda sudah berpenghasilan sendiri. Berniat ananda untuk menyekolahkan adinda, bungsu ayahnda dan ibunda. Setidaknya meringankan beban ayah dan bunda. Ananda kadang merasa malu juga pada diri ini, di usia yang tak bisa dibilang kanak-kanak ini, ananda masih begantung pada ayahnda dan ibunda seutuhnya. Tak mengurangi beban, malah ananda merasakan beban ayah bunda semakin berat. Tapi ayahnda dan ibunda selalu menjawab 'itu sudah kewajiban kami, tak perlu dipikirkan'. Begitu mulianya ayahnda dan ibunda. Ananda langsung nelangsa mendengarnya dan yang tersisa hanya keinginan untuk membalas dan tak menyiakan kasih sayang ayah bunda.

Sekarang ayah bunda. Belum sempat ananda mengurangi beban ayah bunda, belum sedikitpun menghadirkan kebanggaan dalam diri ayah bunda. Ananda yang hina ini, malah melawan kepercayaan ayah bunda. Ananda menghadirkan sesuatu yang tak pantas ayah dan bunda terima. Ananda hina ayah bunda.
Ananda menyakiti hati, harga diri ayah bunda.
Kabar yang telah datang pada ayah bunda ini tentu sangat tak dapat ananda bayangkan bagaimana perasaan ayah dan bunda.

Dalam kesempatan ini, ananda mohon izin secara tulisan ini pada ayah bunda untuk menikah. Ananda tak dapat lagi bertahan untuk selalu terus begini. Sudah saat yang tepat ananda rasa jika ananda punya keinginan ini. Mungkin bagi ayah bunda serasa tergesa-gesa, tapi tidak bagi ananda, ayah bunda. Mungkin yang ayah bunda bayangkan bagaimana kehidupan ananda ke depan. Ayah bunda tak perlu khawatir, karena ananda siap menjalaninya apapun hambatan dan halangannya. Ananda siap karena yakin dengan apa yang ananda pilih, apa yang ananda kehendaki.
Apakah ananda anak yang tak berbakti pada orang tua, ayah bunda? Ananda menghancurkan harapan ayah bunda? Tapi apa yang ananda hancurkan harapan ayah bunda, ananda tetap menjalani sekolah, dan terus akan menyelesaikannya, walaupun seandainya ini terwujud, sekolah bukan satu-satunya yang ananda pikirkan. Ananda juga harus punya penghasilan untuk menghidupi keluarga ananda. Ananda siap untuk itu ayah bunda.
Sekiranya sekarang ananda mohon kerelaan dan pikiran yang matang dari ayah bunda, dan mudah-mudahan memberikan keputusan yang sebaik-baiknya.

Tulisan ini hanya menjadi penghantar kepada ayah bunda, secepatnya ananda akan pulang. Agar ananda, ayah dan bunda dapat membicarakan ini secara lisan. Karena dengan tatap muka, ada kejelasan yang bisa diselesaikan.

Sedikit ananda perkenalkan gadis yang akan menjadi teman hidup ananda. Namanya A, seorang gadis jawa ayah bunda. Orang tuanya tinggal di S. Bersekolah juga di Y. Umurnya dua tahun di bawah ananda. Mudah-mudahan dengan ridho dari ayah bunda bisa menjadi menantu yang baik. Dari kita berdua tak ada lagi yang tertinggal, semuanya telah kami pertibangkan baik buruknya. Ke orangtuanya pun ananda telah mengungkapkan ini.

Sembah hormat ananda
Read More......