Senin, 05 Januari 2009

Sahabat Adalah Bumi

Pernahkah kita menemukan seorang sahabat?

Lalu kita berfikir apa sahabat, seperti apa sahabat itu. Kemudian kita memunculkan banyak pendapat tentang apa yang kita fikirkan.
Sahabat menjadi kehidupan kita, menelusuri setiap jalan yang pernah dan akan kita lalui. Sosok seperti apa saja yang telah kita kenal?

Sahabat yang mengkhianati kita, pernahkah kita bagi hidup kita ke dia, baik materi ataupun immateri. Kita percayakan semua kepadanya. Kirimkan cerita detail hari-hari kita, masalah rumah tangga hingga hal-hal remeh temeh. Terkadang masaih menyimpan semua yang patut dirahasiakan atau seperti yang dibilang di awal tadi, sahabat itu berubah menjadi monster, sebelumnya menjelma menjadi parasit lalu menghisap darah kita sampai habis. Bisa dibilang itu pengkhianatan. Seperti dunia mafia “dibalik pengkhianatan ada pengkhianatan”. Megerikan memang!! Sebaiknya kita mengenal dan belajar dunia mafia dari sekarang.

Sahabat yang merasakan hidup susah dari kecil dengan kita, dikemurnian desa yang terkadang munafik atau di kesumpekan kota yang terkadang berlebihan. Kita dan sahabat sama-sama mati rasa. Tak kenal hujan, panas semuanya pernah terlewati melalui jalanan kota dan pematang sawah. Dingin malam hadir dalam memori menusuk. Kejamnya segala hal yang kejam telah terlewatkan. Perpisahan mengakhiri segalanya, lalu berbilang waktu dalam tahun kita bertemu lagi. Mencolok perbedaan yang nasib tentukan, berbeda wajah baik dan buruk, entah siapa yang akan memiliki. Disindir dan ditamparlah kita yang kalau beruntung bisa membuat kita bangkit. Lubang-lubang kehidupan yang membuat terjerumus, terbujuk bayangan mimpi yang indah. Lalu terpisah dendam. Sendiri-sendiri menepi, tanpa seseorang yang sanggup mengerti (dari sebuah lagu yang akan menjadi tinjauan dalam rencana skripsi). Seorang sahabat yang telah berjanji akan membantu prosesnya nanti. Semoga tidak hanya membatu. Sahabat membuat kita punya tanggung jawab.


Sahabat yang hanya ada dalam khayalan, besar kecil kemungkinan bisa bertemu. Tapi memberi arti besar, seakan di dalam darah mengalir darahnya, dalam detak jantung berdenyut dia. Hanya bisa melihat dari jauh dan membersitkan rasa kebanggaan lebih dari kebangsaan. Karena dengan tangannya lewat kreativitasnya semua seragam dalam kebersamaan yang fanatik, tak habis-habis.

Sahabat yang mati dalam pelukan dia. Cerita ketika menumpang kereta batu bara. Tergencet antara gerbong dan gerbong. Panas beruap, peluh meluap sepanjang jalan. Sahabat sama-sama melompat dan sayangnya lompatan sahabat disambut batu pada kepalanya. Mati berdarah mengenai tangan kita. Masih bergerak dan meringis ketika ia meregang nyawa. Mati, hingga ke kuburannya. Sekarang kita memiliki putra dan putri seumuran sahabat yang dulu mati, masa sekolah. Masih terkenang darah yang masih tergenang di tangan.

Sahabat yang kita jejakkan setiap hari, yang kita buangkan kotoran-kekotoran padanya. Madu dan airnya kita manfaatkan. Semuanya kita ambil. Tapi dia tidak bisa menolak, suatu saat dia akan menolak dengan bencana. Karena sahabat itu adalah bumi.

Tidak ada komentar: