Selasa, 01 Juli 2008

Siti Nurbaya is Gangster

Berikut ini adalah sebuah artikel di majalah Tempo edisi khusus Kebangkitan Nasional 1908-2008. Salah satu cara media jurnalistik memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional. Entah kenapa aku begitu tertarik dengan yang satu ini. Padahal banyak yang lain, seratus karya. Semuanya tentang buku, Tempo memberi tema besar "Berbagai Tinta Menulis Indonesia". Ya untuk yang tak sempat membeli majalah Tempo, tak sempat membaca, tak sempat tahu. Ini menjadi sedikit tambahan ilmu pengetahuan. Mudah-mudahan bemanfaat.

Perlawanan Abadi Siti Nurbaya

Tak sekedar menyorot kawin paksa, roman itu juga mendobrak kekakuan adat. Sebuah referensi klasik sastra Indonesia.

Siti Nurbaya belum mati. Entah sejak kapan nama itu menjadi lambang perempuan modern yang tertindas kekolotan adat. Boleh dibilang, tak ada tokh fiktif sastra Indonesia modern yang bisa menandingi nilai personafikasi sosok perempuan ini.
Tokoh sentral dalam Roman Siti Nurbaya (garis miring) karya Marah Rusli itu telah hadir di ruang-ruang kelas sekolah sejak diterbitkan Balai Pustaka pada 1922. Siti Nurbaya (garis miring) bahkan mengilhami beberapa sutradara untuk mengangkat kisahnya ke layar kaca. Di Padang, Siti Nurbaya hadir seperti sosok riil. Ada jembatan atas namanya, ada pula makam lengkap dengan cungkup dan kelambunya.
Siti Nurbaya memang telah mempengaruhi kehidupan nyata. Yang menarik, beberapa lama setelah roman itu lahir, tejadi perubahan dalam keudayaan masyarakat Minangkabau, terutama berkaitan dengan kawin paksa. Roman itu kemudan menjadi counter-culture(garis miring), yang mengejek setiap orang tua ketika hendak memaksa anak perempuannya kawin dengan perjodohan paksa: ini bukan lagi zaman Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya (garis miring) adalah Roman marah Rusli yang paling masyhur di angkatan Balai Pustaka. Marah Rusli dinilai sebagai salah satu pelopor yang mengakhiri zaman kesusteraan lama. Persoalan yang dikemukakan di dalam karya-karyanya bukan lagi istana-sentris dan hal-hal bersifat fantasi belaka, melainkan gambaran realitas masyarakat pada masa itu.
Roman Siti Nurbaya (garis miring)berkisah tentang percintaan melodramatis Siti Nurbaya dengan Syamsul Bahri. Namun orang tua Siti tak menyetujui. Siti pun menikah dengan Datuk Maringgih, orang tua kaya berhati licik. Siti akhirnya meninggal diracun anak buah Datuk Maringgih. Syamsul pun mati.
Siti Nurbaya menarik karena roman ini mampu membangun pemahaman baru akan kegelisahan perempuan terhadap adat dan kebudayaan yang mencengkram mereka. Cerita ini sekaligus mengambarkan pengorbanan perempuan-Siti Nurbaya-untuk kedua orang tuanya dengan menikahi Datuk kaya demi melunasi utang orang tua.
Ini yang membuat roman tersebut kuat. Rusli-kelahiran Padang, 7 Agustus 1889-mengalirkan gagasannya hingga terasa mendahului zamannya. Lewat dialog tokoh-tokohnya, Rusli menyampaikan gagasan tentang kekolotan di kalangan bangsawan yang merugikan, kearifan hidup pada zaman perubahan, corak perkawinan ideal, keburukan poligami, serta masalah hubungan laki-laki dan perempuan.
Lewat romannya itu, seperti pernah ditulis sejarawan Taufk Abdullah di majalah Tempo (garis miring), Rusli seakan menginginkan reformasi ideal. Ia mencita-citakan perkawinan tanpa paksaan. Ia juga menentang keras poligami. Secara karikaturis ia mengecam...selanjutnya di majalah Tempo, sedikit lagi kok.


2 komentar:

Anonim mengatakan...

terlepas dari benar atau salah setuju atau tidak,,
ranah minang kita menantikan marah rusli marah rusli lainnya an.......
could u be the next ... ????

Anonim mengatakan...

mn ftox marah rusli???????????